Makanan seperti apa dan bagaimana rasanya yang dikonsumsi oleh masyarakat Jawa Kuno?
Relief Karmawibhangga di kaki Candi Borobudur, Magelang, yang menggambarkan aktivitas masyarakat Jawa Kuno sedang memasak kura-kura.
Data tentang makanan kebanyakan muncul dalam prasasti yang menuliskan aneka hidangan yang disuguhkan pada upacara sima (tanah perdikan atau tanah bebas pajak). Khususnya pada bagian penutup, yaitu acara makan bersama sebagai rangkaian upacara sima.
Bukan hanya dalam prasasti, naskah kuno dan panil relief juga sering menyajikan keterangan mengenai makanan. Berikut ini makanan-makanan yang dimakan orang Jawa Kuno.
Masakan dari nasi
Nasi tumpeng atau disebut skul paripurna biasanya disajikan dalam perayaan penetapan suatu desa sebagai sima. Dalam prasasti juga biasa disebutkan skul liwet, yaitu nasi yang ditanak dengan pangliwetan. Adapun skul dinyun adalah nasi yang ditanak dalam periuk. Sementara skul matimanadalah nasi yang ditim.
Masakan Ikan
Berdasarkan kesaksian para pelaut yang datang ke Asia Tenggara, hasil ikan pada masa Jawa Kuno sangat melimpah. Ikan-ikan itu biasanya disantap dengan lebih dulu diasinkan atau dikeringkan, yang disebut grih. Hingga kini orang Jawa menyebutnya gereh. Ada juga ikan yang dikeringkan yang disebut dendeng (deng atau daing). Ada dua macam rasa dendeng yang disebutkan dalam prasasti: asin atau tawar.
Satuan ukuran ikan asin disebut kujur yang diketahui dari Prasasti Waharu I atau Prasasti Jenggolo dari 851 saka atau 929 M. Tidak hanya disajikan saat penetapan sima, ikan asin juga untuk makan sehari-hari.
Umumnya jenis ikan yang biasanya diasinkan atau didendeng adalah ikan laut seperti ikan kembung (rumahan), tenggiri (tangiri), bawal (kadiwas), selar (slar), sontong/cumi-cumi (hnus), layar/pari (layar-layar), gabus, kerang-kerangan (iwak knas), kepiting laut (getam), kepiting sungai (hayuyu), dan udang (hurang). Ada pula beberapa jenis ikan lain yang dalam prasasti disebut dengan wagalan, kawan-kawan, dlag. Ikan lainnya tak diketahui habitatnya, seperti bijanjan, bilunglung, harang, halahala, dan kandari.
Masakan dari hewan ternak
Makanan sumber hewani selain ikan antara lain ayam (ayam), bebek (andah), angsa (angsa), babi ternak (celeng), kambing, dan kerbau (kbo/ hadangan). Hewan-hewan itu dalam prasasti hanya disebut sebagai penganan yang disayur. Kemungkinan ada juga makanan yang dipanggang.
Selain hewan yang diternak, masyarakat Jawa Kuno juga terbiasa mengkonsumsi babi hutan (wok), kijang (kidang), kambing (wdus), kera (wrai), kalong (kaluang), sejenis burung (alap-alap), hingga kura-kura (kura).
Rakyat dan kerajaan secara umum memiliki perbedaan tingkat konsumsi daging. Terkadang kebiasaan makan bersama dalam pesta yang diselenggarakan raja, seperti penetapan sima, maksudnya adalah membagi persediaan daging pada rakyat yang jumlahnya terbatas.
Sayuran
Lalap dari sayuran mentah juga sejak dulu sudah dikenal. Dalam prasasti, lalapan diistilahkan dengan Rumwahrumwah. Adapula kuluban, yang oleh orang Sunda saat ini diartikan sebagai sayuran yang direbus. Sementara dudutan juga sering disebut mungkin sejenis kangkung, salada, atau genjer yang cara memanennya seperti didudut atau dicabut.
Camilan
Selain lauk pauk dan masakan dari nasi, ternyata orang Jawa Kuno juga mengenal berbagai camilan. Prasasti Sanguran di Malang dari 850 saka (928 M), menyebutkan panganan bernama tambul dan dwadwal atau dodol.
Makanan Raja (Rajamangsa)
Prasasti sering menyebut makanan yang menjadi hak istimewa, atau istilahnya rajamangsa. Makanan ini termasuk kambing yang belum keluar ekornya, penyu badawang, babi liar pulih, babi liar matinggantungan, dan anjing yang dikebiri.
Hak mengkonsumsi makanan itu umumnya dijumpai pada prasasti yang memuat pemberian hak istimewa yang dikeluarkan sejak masa Mpu Sindok hingga masa Majapahit.
Ada juga asu buntung atau anjing yang tak berekor. Sementara cacing, tikus, keledai dan katak juga dijadikan masakan. Padahal hewan-hewan itu, menurut Nagarakrtagama termasuk makanan pantangan yang jika dilanggar mengakibatkan dihina musuh dan mati dalam kondisi bernoda.
Bumbu Dapur
Bagaimana rasa makanan-makanan itu? Yang jelas tak akan sama dengan rasa makanan saat ini. Bumbu Jawa yang kini populer baru pada masa kemudian diimpor. Jintan misalnya, tumbuh di Timur Tengah. Kuma-kuma (saffron) dibawa dari Mediterania. Adapun ketumbar aslinya dari Timur Tengah dan wilayah Mediterania.
Tanaman untuk bumbu yang diketahui ditanam di Jawa sejak lama adalah merica, lada hitam, lada putih, dan cabe Jawa. Sementara kemukus telah menjadi produk ekspor ke Tiongkok sejak 1200-an. Laos adalah tanaman Jawa. Marco Polo pernah mencatat tanaman ini diproduksi di Jawa pada abad 13. Adapun jahe dan bawang disebut sebagai produk yang diperjualbelikan di desa.
“Kita dapat memperkirakan makanan pada abad 10 M mungkin saja dibumbui dengan jahe, kunyit, kapulaga, dan laos, juga merica,” tulis Antoinette M. Barret Jones, peneliti epigrafi Indonesia asal Australia dalam Early Tenth Century Jawa From the Inscriptions.
Sumber : Majalah Historia
0 komentar:
Post a Comment