Thursday, August 2, 2018

ASAL KATA NGAJI & SEMBAHYANG



Ikatan Silaturahim Madrasah Diniyah (Islamadina) Sidoarjo bekerja sama dengan Lembaga Seni Budaya Muslim Indonesia (Lesbumi) menggelar “Ngaji Budaya” di halaman Pondok Pesantren Al-Hamdaniyah Siwalanpanji, Buduran. Kegiatan tersebut dihadiri Ketua Lesbumi PBNU KH Agus Sunyoto dan Wakil Katib PBNU KH Abdul Ghofur Maimoen.

KH Agus Sunyoto pada kesempatan itu memaparkan tentang madrasah diniyah, pendidikan pesantren dan sejarah intelektual Islam Nusantara. Menurutnya, sejarah masuknya Islam ke Indonesia tidak luput dari perjuangan Wali Songo. Pada masa itu, mereka mengajarkan kepada masyarakat tentang beribadah. Pada saat itu istilah ibadah disebut sembahyang dari kata “sembah” dan “hyang”.

"Awal mulanya Wali Songo mengajarkan ibadah dan sebutannya bukan shalat, melainkan sembahyang. Modal awal yang dibawa oleh Wali Songo untuk mensyiarkan Islam yakni melalui budaya, ibadah melalui budaya.

Ngaji itu berasal dari bahasa Jawa, dan disebut juga dengan budaya. Bahkan di Arab tidak ada istilah tersebut. Ngaji budaya kali ini, untuk kembali menguatkan budaya, yang dahulu merupakan modal awal dalam syiar ibadah di Indonesia.

Wakil Khatib PBNU KH Abdul Ghofur Maimoen menyampaikan tentang peranan pesantren dan madrasah diniyah di era kekinian antara tantangan dan harapan. Kiai Ghofur mengaku bahwa pendidikan di pesantren itu sangat penting. Pasalnya, banyak orang-orang hebat dan penting berasal dari pesantren.

"Banyak orang-orang penting di Indonesia justru berawal dari pesantren. Contohnya, KH Wachid Hasyim yang dari pesantern pernah menjadi Menteri Agama RI dan masih banyak Kiai lainnya.




NU Online

Monday, July 30, 2018

ASAL - USUL & RIWAYAT GENG MOTOR



Bertubuh besar, bertato, dibalut seragam jaket kulit tanpa lengan, kacamata hitam, kalau tak plontos pasti gondrong. Bukan anak muda, tapi orangtua bangkotan berwajah sangar. Tunggangannya kuda besi Harley Davidson yang knalpotnya memekakkan telinga. Itulah gerombolan geng motor Hells Angels yang paling berkuasa di dunia.

Cam Stokes, penulis The Devils Are Here, novel tentang gang motor di New Zealand, menyebut asal-usul geng motor dimulai pada akhir Perang Dunia II ketika beberapa mantan tentara Amerika Serikat merasa bosan. Sejumlah kecil dari mereka membentuk geng motor dan menuju ke jalan raya dengan menunggangi sepeda motor bertenaga tinggi untuk mencari kegembiraan dan petualangan.

“Di dunia, ada tiga geng motor paling utama: Hells Angels, Bandidos, dan Outlaws,” tulis Cam Stokes dalam situsnya gangscene.co.nz.

Dalam situswebnya, anggota Hells Angels Motorcycle Club (HAMC) Charleston, AS, bernama Stew menulis bahwa keterkaitan HAMC dengan Grup Hell’s Angels Bomber B-17, yang terlibat dalam Perang Dunia II, hanyalah mitos. Dan mitos itu disebarluaskan oleh para penulis. “Mereka menyelaraskan HAMC dengan mantan tentara yang kembali dari perang di mana kegembiraan dan petualangan menjadi gaya hidup mereka,” tulis Stew, “Lineage Clarification,” dalam hells-angels.com. Para pendiri HAMC hanya menjadikannya sebagai inspirasi bagi pemberian nama HAMC, pilihan warna (merah dan putih), dan lencana.

Tapi kelompok itu memang terbentuk pasca-Perang Dunia II. Saat itu, tulis Hunter S. Thomson dalam “The Motorcycle Gangs,” yang dimuat The Nation, 2 Maret 2005, California menjadi tempat yang aneh. Orang-orang liar, yang mengendarai sepeda motor, bikin onar dan bising di jalanan. Ketika berhenti di satu tempat, mereka mabuk-mabukan dan membuat suasananya seperti neraka.

Puncak dari kegarangan mereka, tulis Cam Stokes, terjadi selama akhir pekan pada 4 Juli 1947. Asosiasi Motor America (AMA) menggelar balapan motor di Hollister, California. Para pengendara motor dari beberapa geng motor yang hadir malah balapan di jalan utama serta menimbulkan kekerasan dan gangguan. Polisi setempat kalah jumlah dan terjadilah kerusuhan. Terjadilah insiden yang kemudian dikenal dengan Riot Hollistar (Kerusuhan Hollister). Pada 1953, Marlon Brando dan Lee Marvin membintangi film The One Wild yang didasarkan pada peristiwa itu.

“Film ini memiliki efek besar pada ribuan anak muda penggemar sepeda motor di California,” tulis Thomson.

Tapi peristiwa itu justru menyatukan mereka. HAMC dibentuk pada 17 Maret 1948 di San Bernardino, California. Dengan cepat, sejumlah cabang berdiri di sejumlah wilayah dan negara. Saat ini, Hells Angels memiliki 3.000-3.500 anggota yang tersebar di 260 bagian di seluruh dunia. Mereka memiliki cabang di 33 negara.

Paling Ditakuti

Bandidos dibentuk di Houston, Texas, pada 4 Maret 1966 oleh Don Chambers. Geng ini memiliki cabang di sejumlah negara. Sementara Outlaws dibentuk pada 1959, namun mereka menelusuri asal-muasalnya sampai tahun 1935. Outlaws MC kadang-kadang dikenal sebagai AOA (American Association Outlaws). Anggotanya biasa memakai lencana AOA di bagian depan rompi mereka. Outlaws juga memiliki cabang di sejumlah negara.

Bandidos dan Outlaws umumnya bisa baikan satu sama lain. Keduanya rival bebuyutan Hells Angels.

Dari ketiganya, Hells Angels paling ditakuti. Mereka tak segan melakukan tindakan kriminal. Mick Jagger, misalnya, pernah jadi sasaran pembunuhan mereka. Ihwalnya, Jagger emoh memakai jasa pengamanan Hells Angels dalam konser Rolling Stones. Hells Angels marah atas penolakan itu. Mereka lantas berupaya membunuh Jagger di tempat peristirahatannya di Long Island, New York. Menggunakan perahu, mereka beramai-ramai menuju ke sana. Beruntung, badai datang dan membalikkan perahu yang mereka tumpangi.

Ini satu dari sekian banyak catatan kriminal Hells Angels.

“Hells Angels adalah geng motor terlarang di Amerika Serikat. Kebanyakan anggota geng adalah para kriminal yang biasanya menjadi pedagang narkotik, pelaku pemerasan, serta pelaku kriminal lainnya,” tulis Tempo, 16 September 2008.

Kriminalitas bukan milik Hell Angels semata. Bandidos, ketika hendak membuka cabang di Indonesia, pernah mendapat tentangan dari dua klub motor gede: Chopper Baztard dan Harley Davidson Club Indonesia. Mereka menganggap kehadiran Bandidos akan membahayakan negara. Soalnya, Bandidos memiliki catatan kriminal seperti kejahatan di jalanan, penyelundupan senjata api dan minuman keras, hingga perdagangan narkoba. Tapi Bandidos tetap saja berdiri di Bali dan Bandung.

Bandidos satu-satu geng motor impor yang punya cabang di Indonesia. Kiprahnya memang nyaris tak terdengar. Kegarangannya justru kalah pamor dari geng-geng motor lokal, yang kerap kali bertindak anarkis. Tentu saja dengan skala lebih kecil, sekadar ugal-ugalan di jalan dan berantem –ibaratnya, penjahat kelas teri.

Geng Motor di Indonesia

Sejak akhir 1980-an, geng motor bermunculan di kota-kota besar di Indonesia, bahkan kemudian merambah hingga pelosok kampung. Maklum, motor bukan lagi barang mewah. Dengan mudah, karena uang muka dan cicilan murah, kita bisa memilikinya. Para pemiliknya lalu membentuk klub motor; biasanya berdasarkan kesamaan merek, tak lagi berdasarkan pabrikannya. Mereka membangun solidaritas melalui touring atau kegiatan lainnya.

Sialnya, beberapa dari mereka kemudian jadi geng motor yang suka bikin onar. Geng motor yang eksis, dan tak jarang anarkis, umumnya berada di Jawa Barat. Empat terbesar adalah M2R atau Moonraker, Grab on Road (GBR), Brigade Seven (Brigez), dan Xlat To Coitus (XTC).

Moonraker merupakan geng motor paling lawas, didirikan 27 Oktober 1978. Pemilik salam wanieun(berani) memiliki anggota hingga ribuan orang, yang tersebar di Jawa Barat. Mayoritas anggotanya anak kolong (anak tentara). Awalnya klub ini terbentuk sebagai ajang silaturahmi para biker di Kota Bandung. Tapi sejak 1980-an, kelompok ini mulai disegani karena suka ngetrek di jalanan dan terlibat tawuran. Beberapa anggota geng bahkan membawa beceng (senjata api). Insiden kekerasan pun kerapkali terjadi.

Pemerintah daerah dan aparat keamanan setempat dibuat pening oleh ulah mereka. Perang pun dilancarkan. Dari menyeret mereka dengan hukuman pidana hingga fatwa Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Bandung yang menyatakan haram masuk geng motor. Bagaimanapun, aktivitas mereka bukan lagi sekadar kenakalan remaja.


historia.id

Tuesday, July 24, 2018

ASAL - USUL ORANG PERTAMA YG MENUTUP KA'BAH DENGAN KISWAH



Kiswah merupakan sebutan kain penutup berwarna hitam yang tergantung dari atap hingga kaki Ka'bah. Awal mulanya, Ka'bah yang dibangun Nabi Ibrahim AS memang tidak memiliki penutup. Mimpi pria asal Yaman ribuan tahun lalu menjadikan Ka'bah seperti yang terlihat hingga saat ini.

Siapa pria itu? Ia adalah orag Tubba bernama Abu Karb As'ad, Raja Dinasti Himyariah, dari Yaman. Dalam riwayat Al-Umari yang dikutip dari buku Sejarah Ka'bah tulisan Prof Dr Ali Husni al-Kharbuthli, ketika itu Abu Karb bermimpi ia menutup Ka'bah dengan kain.

Maka, saat ia melintas di depan K'bah sekembalinya ia dari peperangan di Yatsrib pada tahun 220 sebelum Hijriah, ia merealisasikan mimpinya. Ia memasang kain penutup Ka'bah dan membuat kunc untuk pintunya.

Saat itu yang dipakai untuk menutup Baitullah berupa kulit dan kain kasar. Namun ia sempat khawatir kulit dan kain itu akan membebani Ka'bah. Ia pun menggantinya dengan almala wa al-washa'il, sejenis kain yang dijahit di Yaman.

Para penerusnya lalu mengikuti dan melakukan hal serupa, mereka menutup Ka'bah dengan kulit da qathabi, sejenis kain dari Mesir, yang kuat dan tahan lama. Setelahnya orang-orang mulai memberi hadiah ke Ka'bah berupa berbagai jenis kain. Sebagian kain-kain itu dipakai untuk menutup Ka'bah. Jika kain lama usang, maka yang baru akan diletakkan di atasnya.

Namun di masa Qushay bin Kilab, ia memungut dari setiap suku sejumlah uang untuk membeli kiswah. Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh anak-anaknya.

Al-Umari meriwayatkan Khalid bin Ja'far bin Kilab sebagai orang pertama yang menyelimuti Ka'bah dengan kain berbahan sutra. Ada pula Natilah binti Janab, ibunda Abbas bin Abdul Muthalib. Saat itu Abbas tersesat dan ibunya bernazar jika ia menemukan anaknya ia akan menyelimuti Ka'bah dengan sutra.


Sumber : Viva Media Baru

Monday, July 23, 2018

RIWAYAT & JEJAK PENENTUAN HARI ANAK



Mulai tahun1986, Hari Anak Nasional rutin diperingati setiap tanggal 23 Juli. Sebelumnya, peringatan digelar pada tanggal yang berbeda-beda. Betapa rumit menentukan Hari Anak Nasional.

Menentukan Hari Anak Nasional –dulu masih menggunakan kata “Kanak-kanak”– sudah diupayakan Kongres Wanita Indonesia (Kowani), federasi dari organisasi-organisasi perempuan. Pada 1951, dalam salah satu sidangnya, Kowani sepakat untuk menyelenggarakan peringatan Hari Kanak-kanak Indonesia. Namun kesepakatan ini hanya secara prinsip, tanpa keputusan penentuan hari dan tanggalnya.

Menurut majalah Rona terbitan 1988, usulan yang masuk waktu itu: tanggal 3 Juli bertepatan dengan Hari Taman Siswa dan 25 November (Ronamenyebut 24 November) sebagai hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Kendati tanpa keputusan, tahun berikutnya digelar Pekan Kanak-kanak pada 18 Mei 1952. Dalam foto-foto koleksi Perpustakaan Nasional terlihat kemeriahan acara tersebut. Anak-anak berpawai di depan Istana Merdeka dan disambut Presiden Sukarno.

Baru pada sidang Kowani di Bandung tahun 1953 disetujui penyelenggaraan Pekan Kanak-kanak Indonesia setiap minggu kedua bulan Juli, saat luang menjelang kenaikan kelas anak-anak sekolah. Keputusan Kowani disetujui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Karena berpatokan pada libur sekolah, penyelenggaraan Pekan Kanak-kanak pun berubah-ubah. Menurut mingguan Djaja terbitan 1965, sejak 1956 Pekan Kanak-kanak diadakan tanggal 1-3 Juli sesuai keputusan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tanpa nilai historis yang terkandung di dalamnya, penyelenggaraan Pekan Kanak-kanak terasa hambar. Maka, usulan tanggal kembali bermunculan seperti 2 Mei (hari lahir Ki Hajar Dewantara) dan 4 Desember (hari lahir Dewi Sartika). Kowani lagi-lagi tak bisa memutuskan dan menyerahkannya kepada pemerintah.

Menurut Buku Peringatan 30: i.e. tiga puluh tahun Kesatuan Pergerakan Wanita Indonesia, terbit 1958, ini berarti bahwa usul Jajasan Dewi Sartika untuk menjadikan tanggal 4 Desember sebagai Hari Kanak-kanak tidak dapat diterima Kowani.

Pada 1959, pemerintah akhirnya menetapkan tanggal 1-3 Juni. Artinya, Pekan Kanak-kanak diadakan berbarengan dengan Hari Kanak-kanak Internasional, yang sebelumnya digelar Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), organisasi perempuan yang dekat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Gerwani sendiri merupakan anggota Kowani. Bahkan punya pengaruh kuat.

Melihat kemeriahan Hari Kanak-kanak Internasional 1 Juni, yang seringkali dihadiri Presiden Sukarno, Kowani akhirnya menemukan tanggal yang selama ini dicari. Dalam Kongres ke-13 di Jakarta pada 24-28 Juli 1964, Kowani mengusulkan tanggal 6 Juni, hari lahir Sukarno, sebagai Hari Kanak-kanak Nasional.

Maka, pada 1965, peringatan Hari Kanak-kanak Internasional disatukan dengan Hari Kanak-kanak Nasional pada 1-6 Juni.

Ketika Orde Baru mulai berkuasa, semua hal yang berbau Sukarno disingkirkan. Termasuk Hari Kanak-kanak Nasional setiap tanggal 6 Juni. Tapi memilih gantinya ternyata tak mudah.

Gonta-Ganti Lagi
Untuk mencari gantinya, Kowani kembali mencari tanggal Hari Anak Nasional. Menurut majalah Rona, Kowani mendiskusikan masalah itu dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hasilnya, tanggal 18 Agustus ditetapkan sebagai Hari Kanak-kanak Indonesia. Ketetapan ini mengambil nilai historis ketika UUD 1945 dinyatakan berlaku pada 18 Agustus 1945.

“Namun dalam pelaksanaannya hari-hari tersebut kurang praktis. Karena hari itu juga akan disibukkan dengan peringatan Hari Kemerdekaan,” tulis Rona.

Dalam Kongres Kowani ke-15 di Jakarta pada 18-20 Februari 1970, penentuan tanggal Hari Anak Nasional kembali dibahas. Kongres memutuskan penetapan Hari Kanak-kanak Nasional harus didiskusikan dengan tiga komponen pendidikan prasekolah, yakni Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia (IGTKI), Gabungan Taman Kanak-kanak Indonesia (GTKI) –kini, Gabungan Organisasi Penyelenggara Taman Kanak-kanak Indonesia (GOPTKI)– dan Dinas Pendidikan Prasekolah (Dipras).

Kesempatan itu datang ketika digelar lokakarya mengenai pendidikan prasekolah dalam rangka Kongres GTKI pada 26-28 Maret 1970. Setelah dibahas, disepakati untuk mengusulkan kepada pemerintah agar tanggal 17 Juni ditetapkan sebagai Hari Kanak-kanak Nasional.

“Pertimbangannya, tanggal tersebut merupakan hari keramat,” tulis Rona tanpa menyebutkan seberapa keramat.

Bisa jadi dikaitkan dengan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) IV pada 17 Juni 1966. Sidang MPRS itu menghasilkan beberapa ketetapan yang menjadi landasan Orde Baru: pengukuhan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), pembubaran PKI dan ormas-ormasnya, serta larangan ajaran marxisme-komunisme.

Lagi pula di bulan Juni adalah saat yang tidak terlalu sibuk untuk anak-anak sekolah,” tulis Rona.

Kowani memperkuat usulan tersebut dengan mengirim surat kepada menteri pendidikan dan kebudayaan. Usulan itu mendapat respon. Keluarlah Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tertanggal 15 Juni 1971 No. 0115/1971 yang mengesahkan penetapan tanggal 17 Juni sebagai Hari Kanak-kanak Indonesia, menggantikan Hari Kanak-kanak tanggal 18 Agustus.

Maka resmilah Hari Kanak-kanak Nasional diperingati setiap 17 Juni. Pada 1983, misalnya, peringatan dipusatkan di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.

Menurut Rona, karena namanya Hari Kanak-kanak Indonesia, penyelenggaraannya terbatas pada tiga komponen pendidikan prasekolah. Pesertanya juga hanya murid TK dan maksimal siswa kelas 2 sekolah dasar.
“Sekali lagi persoalan yang mendasar tetap belum terpecahkan. Tanggal tersebut dianggap kurang memiliki makna historis,” tulis Rona. Terlebih jika dikaitkan dengan anak-anak.

Momen Historis
Momen historis akhirnya didapat setelah Undang-Undang No. 4/1979 tentang Kesejahteraan Anak disahkan pada 23 Juli 1979. Tanggal itulah yang diusulkan GOPTKI untuk mengganti tanggal 17 Juni. Usulan itu merupakan hasil kongres GOPTKI ke-5 pada 1980.

“Alasannya, tanggal itu memiliki nilai historis dan simbolis, serta bersifat nasional, serta untuk menghindar dari subyektivitas kelompok,” tulis Rona.

Usulan itu juga dilengkapi saran mengganti istilah Hari Kanak-kanak Nasional menjadi Hari Anak-anak Nasional. Pertimbangannya, untuk menghilangkan anggapan bahwa peringatan itu hanya diperuntukkan untuk murid TK.

Empat tahun kemudian keluarlah Keputusan Presiden (Keppres) No. 44/1984 yang menetapkan 23 Juli sebagai Hari Anak-anak Nasional. Dan, seperti disebutkan pada pasal 5 Keppres tersebut, “Dengan berlakunya Keputusan Presiden ini maka semua yang mengatur Hari Anak Nasional yang telah ada dinyatakan tidak berlaku.”

Kapanpun tanggalnya, yang terpenting jangan lupakan makna di balik peringatan Hari Anak Nasional.



Historia.id